Penghapusan PB Masih Kontoversi


PASIRPANGARAIAN (Cakra FM)- Penerima Buah (PB) yang merupakan kaki tangan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) di Kabupaten Rokan Hulu disinyalir sebagai penyebab anjloknya harga TBS kelapa sawit. Dalam waktu dekat, direncanakan PB ini akan dihapuskan dan dilarang beroperasi.
 
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Rohul Sugiyarno menjelaskan PB merupakan kaki tangan perusahaan. Seluruh pedagang pengumpul, katanya menjual buah kepada oknum ini dan mendapatkan pembayaran cash atau lunas.

 Hasil inspeksi mendadak (Sidak) Dishutbun Rohul ke sejumlah tengkulak dan agen, terungkap para oknum PB yang rata-rata merupakan pengusaha kaya raya ini diindikasi sebagai orang yang paling bertanggung-jawab soal anjloknya harga TBS kelapa sawit di tingkat petani.

Dia mengungkapkan sebenarnya harga TBS kelapa sawit petani di PMKS rata-rata sudah mencapai Rp1.000 per kilogram, namun karena ada beberapa mata rantai, petani hanya menerima Rp700 per kg.

PB menerima harga sesuai penetapan di perusahaan, sementara petani hanya menerima bersih Rp700 per kg. Alasan hilangnya Rp300 per kg adalah untuk PB Rp200 per kg, sedangkan para toke hanya mengambil keuntungan Rp100 per kg dari biaya transportasi angkutan.

“Harga sebenarnya dari PMKS itu rata-rata sudah seribu rupiah per kilonya, tapi karena adanya mata rantai seperti para spekulan, toke dan pemegang PB, harga kelapa sawit masyarakat petani anjlok,” jelasnya kepada riauterkini.com di Pasirpangaraian, Selasa (23/10/12).

 Menurutnya lagi, dengan adanya beberapa mata rantai ini wajar jika harga TBS kelapa sawit milik petani di Rohul lebih rendah dari daerah lain, sebab itu lah Pemkab Rohul akan menghapus fungsi PB di PMKS. Petani katanya dapat menjual buahnya langsung ke PMKS melalui asosiasi.

 Dia menambahkan, hasil rapat pertama dipimpin Wakil Bupati Rohul Hafith Syukri dan dirinya beberapa waktu lalu, serta rapat kedua dengan sejumlah perusahaan BUMN dan Perusahaan Besar Swasta (PBS) yang dipimpinnya ada tiga kesepakatan yang mesti diikuti perusahaan.

Pertama, Dishutbun Rohul menetapkan harga TBS kelapa sawit petani harus sesuai dengan SK Gubri yang disesuaikan dengan usia tanaman. Kedua, para spekulan akan diputuskan mata rantainya dan diminta masyarakat petani membentuk asosiasi dan menyusun MoU dengan perusahaan terdekat.

 Opsi ketiga, apabila pada Sidak masih diketahui ada PMKS yang masih menerima TBS dari luar daerah dan menyebabkan anjloknya harga TBS milik petani Rohul anjlok maka Dishutbun Rohul merekomendasikan untuk dicabut izin operasional perusahaan bersangkutan.

“Jika saat Sidak masih ada permainan dengan orang dalam (perusahaan), sekaligus adanya sortasi lebih tinggi yang sifatnya merugikan petani dengan alasan yang tidak sesuai ketentuan tekhnis, maka pertama kali dengan tidak mengurangi rasa hormat, izin operasional PMKS tersebut akan dicabut," tegasnya.

 Sugiyarno menambahkan lagi, Pemkab akan merekomendasikan PMKS yang akan ber-investasi di Rohul. Hal ini dilakukan untuk mengurangi praktek monopoli harga dari oknum pemegang PB, termasuk pedagang pengumpul yang bekerjasama dengan orang dalam.

 Disinggung izin PB dan mengenai setorannya ke Pemkab Rohul, Sugiyarno yang awalnya bungkam, akhirnya mengaku karena terus didesak. Dia mengaku izin PB dan setoran wewenang Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Rohul. “Dari pemegang PB ini ada setorannya yang masuk ke Diskoperindag Rohul, tapi kita tahu besarannya dan sistemnya,” ungkapnya.

 Di tempat terpisah, Ketua Asosiasi Petani Sawit Indonesia (Aspindo) Rohul Ardiman Daulay mengatakan penyebab anjloknya TBS kelapa sawit bukan dari pihak PB, melainkan sudah dari PMKS, pasalnya PB ditunjuk oleh perusahaan. .

 “Yang menetapkan seluruh harga kelapa sawit bukan PB, tapi perusahaan. PB ini hanya kaki tangan perusahaan, jadi mereka sesuaikan harga yang ditetapkan perusahaan,” tegasnya.***(Arz)



0 komentar:

Posting Komentar